38. Pendidikan di INDONESIA yang ada di seberang Jalan Indonesia, indonesia

Pendidikan INDONESIA

Pendidikan INDONESIA yang ada di seberang Jalan Indonesia, indonesia berada dalam naungan Badan Pendidikan Nasional Indonesia (BPNI). Badan ini merupakan wadah pendidikan di tingkat nasional. Di sinilah sebenarnya puncak organisasi satuan pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah badan pendidikan, maka tugasnya adalah mencerdaskan bangsa yaitu dengan mengurus masalah pendidikan nasional dengan segala aspeknya. BPNI inilah yang menghadapi “dunia luar” pendidikan di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Badan ini di bawah pimpinan guru (Ingat, bukan sipil lain) dengan jabatan struktural guru tertinggi di Indonesia, yaitu Guru Pendidikan Nasional. Oleh karena itu, Guru Pendidikan Nasional tidak tunduk kepada Presiden (eksekutif), keduanya SETARA. Dengan kata lain, Guru Pendidikan Nasional adalah “presidennya” guru.. Guru Pendidikan Nasional hanya tunduk kepada Kepala Negara (NOTO).

Pada BPNI terdapat 10 macam ”fraksi” pendidikan, yaitu : ”fraksi” Sekolah Dasar (SD), ”fraksi” Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sampai dengan ”fraksi” Pendidikan Tinggi Strata 3. Setiap ”fraksi” pendidikan beranggotakan 10 orang dengan identitas yang jelas. Yang dimaksud dengan identitas yang jelas adalah, daerah pendidikan tersebut memang benar-benar ada. Dengan demikian, pada ”fraksi” SD akan muncul Guru ”Pendidikan” Kelas I SD Indonesia, Guru ”Pendidikan” Kelas II SD Indonesia, dan seterusnya. Setiap guru, menyuarakan satu peri kehidupan pendidikan.

Di INDONESIA –lihat Negeri Khayangan– yang ada di seberang Jalan Indonesia. indonesia terdapat 100 super body gen murni guru. Semua kursi memiliki nomor urut di BPNI dan kursi tersebut TIDAK DIBERIKAN KEPADA DARAH DAGING ORANG LAIN. Begitu pula halnya dengan 800 super body yang lain, semua kursi yang mereka buat untuk darah daging mereka sendiri, kecuali ada sebab lain. Jika seseorang ingin duduk di kursi, silakan membuat kursi sendiri. Kesempatan membuat kursi itu ada pada saat negara membuka teritorial /lembaga baru, misalnya membuka provinsi baru, membuka desa baru, membuka sekolah baru, membuka batalion baru, membuka rumah sakit baru, membuka sawah baru, dan sebagainya. Yang jelas, di sana tidak serta-merta orang bisa mengusir orang lain dari tempat duduknya. Sila kedua dari Pancasila benar-benar dapat dibuktikan keampuhannya

Dibawah BPNI ini terdapat tiga buah lembaga, yaitu :
Pertama, sepuluh buah Satuan Lembaga Pendidikan (SLP) yang masing-masing dipimpin oleh seorang Guru Pendidikan Tinggi Strata 3 Bagian –misalnya : Guru Pendidikan Tinggi S3 Bagian Sumatera, Guru Pendidikan Tinggi S3 Bagian Jawa, Guru Pendidikan Tinggi S3 Bagian Kalimantan, Guru Pendidikan Tinggi S3 Bagian Sulawesi, dsb. Kedua, adalah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dibawah pimpinan Kepala Departemen Pendidikan Nasional (bukan Menteri Pendidikan Nasional). Ketiga adalah sebuah Lembaga Pendidikan Nasional (Lemdiknas) dibawah pimpinan Gubernur Pendidikan Nasional.

Satuan Lembaga Pendidikan (SLP) adalah satuan organik pendidikan. Sebagai sebuah satuan organik akan terlihat perputaran sesungguhnya dari roda kehidupan pendidikan. Hal ini dikarenakan, pada setiap satuan pendidikan terdapat kewenangan untuk mengurus masalah teknis edukatif dan edukatif sesuai lingkupnya.

Di dalam struktur organisasinya terdapat : a.Guru sebagai Pegawai NegarA –dengan status Aparatur Negara Sipil (ANS); b. “Pegawai” Guru — dengan spesialisasi sebagai guru, dengan status tertinggi Pegawai Negeri Sipil (PNS); c. Pegawai Pendidikan sebagai Pegawai NegarA –dengan status Aparatur Negara Sipil (ANS) yang mengurus masalah non teknis, misalnya : laboran, pustakawan, tata usaha, penjaga, dan sebagainya.; d. Pegawai Sipil Pendidikan –dengan status tertinggi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang juga mengurus masalah non teknis pendidikan.

Pada SLP inilah sebenarnya terletak otonomi pendidikan. Guru dengan status ANS itulah sebenarnya tuan bagi guru dengan status PNS. Di INDONESIA yang ada di seberang Jalan Indonesia, indonesia, PNS bukan sekedar status melainkan juga wadah bagi semua ”Pegawai” Guru.

Kelak, di INDONESIA yang ada di seberang Jalan Indonesia, indonesia HANYA terdapat sebuah lembaga pendidikan formal pada setiap daerah teritoril –lihat Noto Nusa (ntara).

Kedua, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dibawah pimpinan Kepala Departemen Pendidikan Nasional (bukan Menteri Pendidikan Nasional), Departemen Pendidikan Nasional

Departemen Pendidikan Nasional hanya akan mengurus dua masalah yaitu edukasi (baca: pendidikan untuk calon pendidik) serta melaksanakan kepengawasan.

1. Masalah Edukasi
Masalah edukasi dimunculkan dalam bentuk keberadaan sekolah yang harus ditangani. Pada sekolah-sekolah tersebut itulah tempat para Widya Iswara mendarmakan ilmunya untuk kemajuan pendidikan. Mereka menjalankan fungsi guru sekaligus menjalankan fungsi pendidikan. Dengan demikian, bidang garapan untuk masalah edukasi adalah Sekolah Pendidikan Guru dan Sekolah Pendidikaan Non Guru. Pada Sekolah Pendidikan Guru ini ada empat buah jenjang yang masing-masing berdiri lepas namun merupakan sebuah kesatuan /berkesinambungan serta sebuah sekolah jabatan guru.

Perhatikan : 1. Sekolah Pendidikan Guru terdiri dari: a. Sekolah Pendidikan Guru Juru; b. Sekolah Pendidikan Guru Pratama; c. Sekolah Pendidikan Guru Madia; d. Sekolah Pendidikan Guru Pembina; 2. Sekolah jabatan guru yang dimaksud adalah Sekolah Guru.
Sedangkan Sekolah Pendidikan Non Guru diperuntukkan bagi tenaga di lingkup pendidikan non guru yang meliputi :a. Sekolah Juru; b. Sekolah Pratama; c. Sekolah Penata; d. Sekolah Pembina.

Keberadaan Sekolah Pendidikan Guru, Sekolah Guru, dan Sekolah Pendidikan Non Guru dimaksudkan untuk menampung gen murni pendidikan (dari Kelompok I) yang akan mewarisi lahan kehidupan orangtuanya untuk mendapatkan keahlian mendidik /kecakapan khusus. Dalam hal ini, mereka harus memenuhi persyaratan umum.

Misalnya, berpendidikan SLTA untuk masuk ke Sekolah Pendidikan Guru Juru, berpendidikan Diploma untuk Sekolah Pendidikan Guru Pratama, berpendidikan S1 untuk masuk ke Sekolah Pendidikan Guru Madia dan seterusnya. Keberadaan sekolah ini harus dibedakan dengan Diploma Pendidikan /Fakultas Pendidikan, juga dibedakan dengan PGSD /FKIP /lainnya.

Lembaga pendidikan guru tersebut –mulai dari Sekolah Pendidikan Guru Juru sampai dengan Sekolah Pendidikan Guru Pembina –dipersiapkan untuk mencetak tenaga guru, sedangkan Sekolah Guru dipersiapkan untuk guru-guru yang akan menduduki jabatan struktural. Adalah sebuah keniscayaan, setiap Guru yang akan menduduki jabatan struktural wajib untuk mengenyam terlebih dahulu Sekolah Guru tersebut. Dengan demikian, mereka tidak gagap edukasi.

Sedangkan Diploma Pendidikan/Fakultas Pendidikan –yang bernaung di bawah Satuan Lembaga Pendidikan– yang mempelajari ilmu murni pendidikan tersebut diperuntukkan bagi gen luar (dari kelompok di luar guru) yang akan masuk ke dalam guru dengan cara kontrak, membeli, atau sebagai pegawai pada “lahan kehidupan” guru.

2. Masalah Kepengawasan
Kepengawasan dimunculkan dengan keberadaan Inspektorat Pendidikan dari tingkat pusat sampai tingkat kecamatan. Dengan demikian, pada level terendah, sebuah Kantor Inspektorat Pendidikan Kecamatan (F) akan mengawasi kinerja sepuluh buah lembaga pendidikan dasar (baca : 10 SLTP), sedangkan untuk tingkat desa yang ada adalah Kantor Kepenilikan Pendidikan Desa (F1), lembaga ini akan menjadi institusi pengawas bagi sepuluh buah sekolah dasar yang tersebar di sepuluh buah kelurahan

Oleh karena itu, pada kantor kepenilikan tersebut akan muncul sepuluh jabatan penilik, yaitu : Penilik Kelas I, Penilik Kelas II, Penilik Kelas III, Penilik Kelas IV, Penilik Kelas V, Penilik Kelas VI, Penilik Agama, Penilik Kerajinan Tangan dan Kesenian, Penilik Olahraga, dan Penilik Muatan Lokal. Kesepuluh macam penilik tersebut dibawah pimpinan seorang Penilik Sekolah Dasar.

Ketiga, Lembaga Pendidikan Nasional
Lembaga Pendidikan Nasional (Lemdiknas) mengurus masalah non teknis /non edukatif pendidikan . Dengan demikian, lembaga ini dapat dipandang sebagai sebuah alat untuk meningkatkan kesejahteraan pendidik dan dunia pendidikan pada umumnya. Bisa juga dipandang sebagai sebuah badan usaha milik pendidikan. Di bawah lembaga ini bernaung beberapa buah dinas, misalnya : a. Dinas Kesejahteraan Guru; b. Dinas Kesehatan Guru; c. Dinas Bantuan Hukum Tenaga Pendidikan; d. dan sebagainya, sesuai kebutuhan.

Masing-masing dinas membawahi beberapa bidang garapan. Misalnya : a. Dinas Kesejahteraan Guru bergerak dalam bidang perbankan (bank guru /bank pendidikan), perumahan (realestat guru), asuransi, dan sebagainya; b. Dinas Kesehatan Guru akan mendorong tumbuhnya rumah sakit milik guru. Ke sanalah para guru akan dapat memperoleh pelayanan kesehatan bagi diri dan keluarganya dengan sangat memuaskan, karena semua personal yang bekerja di rumah sakit tersebut berada di bawah “payung” guru.

Model ini termasuk satu di antara kiat untuk mengangkat citra guru. Dengan demikian, guru tidak digiring ke situasi untuk mendirikan lembaga pendidikan tandingan sendiri. Guru mengalihkan bidang usahanya. Bahwa semua yang terpapar di atas tidak dapat dikerjakan oleh guru, itu memang benar. Semua bidang tersebut harus berada di tangan ahlinya. Nah, di situlah letak partisipasi guru dalam dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Guru, sebagai person, mampu menyediakan lapangan kerja untuk mantan anak-anak didiknya.

Sebagai sebuah badan usaha, dinas-dinas sebagai dimaksud di atas merupakan sebuah Badan Usaha Milik Guru dan merupakan unit usaha waralaba yang padanya melekat nuansa edukasi. Maka orientasi pasar yang hendak dibidik pun harus jelas.

Di atas kertas, keunggulan model tersebut antara lain:
Pertama, segi edukasi. Di dalam pola ini tidak ada organisasi setara di dalam organisasi /daerah teritorial, sehingga tidak ada dua /lebih pucuk pimpinan dalam satu daerah kerja –yang satu sebagai kepala sedangkan yang satunya lagi sebagai ketua, tidak ada siapa menjadi kepanjangan tangan siapa, juga tidak ada siapa akan dimanfaatkan siapa. Jadi, loyalitas guru kepada atasannya tidak dapat begitu saja diartikan secara sempit. Atasan bisa datang dan pergi seiring perjalanan waktu, namun satuan pendidikan? Dengan demikian, loyalitas guru kepada atasan adalah selama atasan tidak merugikan lembaga pendidikannya. Rasa ikut memiliki “satuan pendidikan” sangat diperlukan sebab dengan adanya rasa tersebut yang bersangkutan dapat menentukan sikap dengan benar terhadap isu-isu inovasi pendidikan, setiap ada intervensi dari luar terhadap satuan pendidikannya, serta berani mempertanggungjawabkan sikap yang telah diambilnya.

Kedua, segi profesi. Persaingan murni dalam kelompok pendidikan mulai level terendah sampai dengan level tertinggi akan memacu semangat untuk lebih profesional. Di sinilah letak perlunya kompetensi guru. Dengan kompetensi yang tepat akan dapat diharapkan munculnya guru yang profesional. Pada gilirannya nanti, peserta didik pun akan mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan tingkat kebutuhan mereka. Satu di antara parameter yang paling sederhana untuk mengukur kompetensi yaitu lewat pendidikan. Masalah kompetensi tidak berbanding lurus dengan dedikasi, mentalitas dan loyalitas harus disikapi dengan arif..

Di samping itu, oleh karena arena perjuangan guru adalah adalah lembaga pendidikan, maka setinggi apapun pangkat dan jabatannya, padanya masih melekat kewajiban melaksanakan tatap muka. Kewajiban yang satu ini tidak dapat didelegasikan begitu saja kepada guru /orang lain. Ingat, Guru adalah Guru, dan predikat itu akan sirna saat yang bersangkutan tidak memiliki murid seorangpun.

Ketiga, segi kesejahteraan guru dan tenaga lain yang ada pada lingkungan pendidikan. Dengan adanya Lemdiknas, maka kesejahteraan guru /tenaga lain dapat diproyeksikan sebagai berikut: (a) Keberadaan Dinas Kesejahteraan Guru akan melahirkan Bank Guru. Bank ini sangat diperlukan untuk menopang perekonomian guru. Gaji guru, hutang-piutang guru, jual beli lahan kehidupan guru, ataupun kontrak kerja guru akan diurus oleh ahlinya dibawah pengawasan orang dalam (baca :guru); (b) Keberadaan Dinas Kesehatan Guru akan memungkinkan guru mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih memuaskan dari sebelumnya, dan jika dikelola dengan baik maka tidak mustahil akan menjadi sumber pendapatan asli pendidikan; (c) Dinas Bantuan Hukum Tenaga Pendidikan jelas merupakan kemajuan tersendiri. Dinas inilah yang akan mengurus /menyelesaikan masalah hukum antara guru dengan pihak lain; (d) dan seterusnya.

Pertanyaannya, siapa gerangan yang bisa mengeluarkan guru dari balik sayap mantan murid sejawatnya? Adakah calon Presiden 2009 yang sanggup melakukannya? Maaf, saya terlalu banyak bertanya. Sesungguhnya, telah hampir tiba masanya untuk membuktikan kepada dunia bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab, bahwa pemimpin Bangsa Indonesia adalah Manusia Indonesia juga, dan bahwa Bangsa Manusia Indonesia adalah bangsa manusia bermartabat yang tahu membalas budi.

Nah, saatnya membenturkan peraturan dengan aturan. Ketika kecil dididik dan dibimbing supaya menjadi orang berakhlak mulia, pintar, dst. Namun, setelah besar, gurunya disembunyikan di balik sayap, dikibuli, dst. Apakah seperti itu hasil pendidikan yang akan dipertahankan dan dilanjutkan? Selebihnya, lihat Noto Pendidikan pada Revolusi Bilangan Start Sebuah Keadilan.

Wallahualam.

Tentang Sang Nata Sugiarno

Sang Nata Sugiarno bukan siapa-siapa ...
Pos ini dipublikasikan di Noto Pendidikan dan tag , , , , , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

2 Balasan ke 38. Pendidikan di INDONESIA yang ada di seberang Jalan Indonesia, indonesia

  1. Info yang sangat menarik, trim’s

  2. sugiarno berkata:

    Terima kasih atas kunjungannya. Salam hangat kembali.

Komentar ditutup.